Lelaki di Dalam Kereta

Oktober 21, 2020

Hana memilih tempat duduk yang ada di pinggir jendela. Suasana di dalam gerbong kereta api Prambanan Ekspres jurusan Solo-Yogya itu cukup ramai. Ini adalah hari sabtu. Biasanya para mahasiswa ataupun pekerja yang berada di dua kota itu memilih pulang ke rumah, sehingga suasana akan lebih padat. Sama seperti dirinya yang juga memilih pulang ke Yogya setiap hari sabtu sore, sepulang dari kampus.

Kursi di sebelahnya masih kosong, saat dia naik tadi. Namun, tidak berapa lama kemudian, seorang laki-laki naik dan berjalan ke arah dia duduk.

Wajahnya cukup tampan, rambut ikalnya sedikit gondrong. Tangan sebelah kiri memakai gelang khas anak pecinta alam. Memakai setelan celana jeans warna hitam dan kaos oblong hitam yang di tutup jaket dari bahan jeans juga. Membawa tas ransel yang di cangklong di pundak dan bersepatu kets.

Hana sempat bersitatap dengan laki-laki itu. Saat melihat Hana, lelaki itu tersenyum, sambil mengangguk. Hana jadi salah tingkah di buatnya. Dia tidak mengira akan mendapat sambutan seperti itu. Padahal tadi, dia hanya refleks saja saat melihat kedatangan lelaki itu.

"Maaf, Mbak. Boleh saya duduk di sini?" tanya lelaki itu sopan.

"Eh ... iya, silakan," jawab Hana gugup.

Lelaki itu tersenyum dan segera mengambil tempat duduk di sebelahnya. Hana agak menggeser posisi duduknya. Dia mengangkat tas ranselnya menutupi dada. Meskipun dia memakai jilbab yang cukup lebar menutupi dada, namun dirinya merasa lebih nyaman kalau menutupi dadanya dengan tas ransel yang di bawanya.

Suasana di dalam kereta bertambah ramai. Puluhan penumpang semakin memadati tempat duduk yang ada di dalam. Hana membuang pandangan ke luar jendela, menghilangkan gelisah di dalam hatinya.

Sejak dua hari yang lalu, ia merasa tidak tenang karena mendapat kabar kalau Bapak sakit. Sebenarnya, Hana ingin langsung pulang begitu mendengar berita itu. Akan tetapi, Ibu meyakinkan, kalau kondisi Bapak masih baik-baik saja. Sebagai anak bungsu, dirinya memang cukup dekat dengan Bapak. Kedua kakak perempuannya sudah menikah semua dan tinggal di luar kota. Itulah sebabnya, Hana selalu menyempatkan diri untuk pulang diakhir pekan, agar kedua orang tuanya tidak merasa kesepian.

Banyak kenangan indah masa kecil Hana, yang tidak mudah dia lupakan.
Kasih sayang Bapak dan Ibu yang sangat besar, benar-benar dirasakan olehnya. Bapak menginginkan dirinya menjadi seorang guru.

"Guru itu pekerjaan yang mulia, Nduk. Bapak sudah menjalani profesi ini selama puluhan tahun. Banyak pengalaman yang mampu menguatkan jiwa kita," tutur Beliau.

Hana pun memenuhi keinginan Bapaknya untuk kuliah di fakultas keguruan. Dia memilih jurusan bahasa inggris. Bersyukur, dirinya diterima di universitas negeri favorit di Solo. Saat Hana masih asyik bernostalgia dengan kenangan-kenangan indah masa kecilnya. Tiba-tiba, sebuah suara mengagetkannya.

"Maaf, Mbak, kondekturnya ada di sini," ucap Lelaki yang duduk di sebelahnya.

Hana tersentak kaget dan segera menoleh ke arah Laki-laki itu. Dia merasa malu, karena ketahuan sedang melamun, sampai tidak menyadari kondektur sudah berada di samping tempat duduk mereka.

Dia segera merogoh saku bajunya, dan menyerahkan tiket kepada kondektur itu. Sekilas dia melihat laki-laki di sebelahnya tersenyum melihat kegugupannya. Hana langsung membuang muka menghadap jendela lagi.

Tidak berapa lama, perjalanan itupun berakhir. Setelah pintu kereta terbuka, Hana segera melompat turun di rel. Dia sempat melihat, lelaki yang duduk di sampingnya tadi juga berjalan ke arah yang sama dengan dirinya. Hana berjalan sedikit tergesa, menyibak kepadatan orang yang ada di stasiun tugu ini. Begitu keluar dari pintu stasiun, Hana segera menghampiri tukang becak yang mangkal di depan.

"Gowongan kidul ya, Pak," katanya sambil bersiap masuk ke dalam becak.

"Siap, Neng,"ucap Bapak penarik becak itu.

Baru beberapa meter becak itu berjalan, tiba-tiba sebuah mobil avanza berwarna hitam dengan kecepatan tinggi, menyerempet becak yang di tumpangi Hana. Becak itu oleng dan menabrak pembatas jalan. Roda samping kiri peyok.

"Innalillahi." Hana berteriak tertahan sambil memegangi besi pembatas becak tersebut. Kepalannya terbentur besi itu, sehingga terasa sakit.

Dia segera turun dari becak itu. Sementara Bapak penariknya segera menuju ke trotoar.

"Neng tidak apa-apa kan," tanya si Bapak.

"Alhamdulillah, saya baik-baik saja, Pak. Hanya sedikit sakit di kepala, karena terbentur besi pembatas becak," ucapnya pelan, sambil mengusap kepalanya yang sakit.

Sementara itu,mobil warna hitam tadi berhenti di depan mereka. Seorang penumpangnya turun. Berjalan ke arah mereka dengan tergesa. Betapa kagetnya Hana, saat melihat laki-laki itu adalah lelaki yang duduk bersamanya di kereta tadi.

"Maaf ya, Pak, Mbak, keponakan saya terlalu kencang mengemudikannya, sehingga menyerempet kalian. Bagaimana keadaannya, apa ada yang terluka?" tanya lelaki itu terdengar cemas.

Saat melihat Hana, dia tampak kaget. 

"Mbak kan yang di kereta tadi?" tanyanya pelan. 

"Iya," jawab Hana singkat.

"Ini bagimana urusannya, Mas. Becak saya peyok bannya. Sampean ya harus ganti rugi," suara Bapak pemilik becak menyela obrolan mereka.

"Oh ya, Pak maaf. Akan saya ganti, Sebentar." Hana melihat lelaki itu berjalan menuju mobilnya, dan tidak lama kemudian kembali lagi ke tempat mereka berada.

"Ini InsyaAllah cukup untuk mengganti biaya perbaikan becak Bapak," kata lelaki itu, sambil menyerahkan sebuah amplop berwarna putih.

"Terima kasih, Mas. Lain kali hati-hati kalau nyetir," ujar si Bapak penarik becak.

"Saya panggilkan teman saya ya, Neng. Tunggu di sini, biar tidak capek jalan ke sana. Lagian kepalanya Neng kan sakit," ucap Bapak penarik becak sambil bersiap membawa becaknya kembali ke pangkalan.

Hana hanya mengangguk pelan. Dia merasa sedikit pusing, akibat kepalanya terbentur tadi. Kini dia hanya berdua dengan lelaki itu, dirinya merasa kikuk. Dia agak menggeser posisinya menjauh dari laki-laki itu, dan seperti mengerti apa yang ada di dalam pikiran Hana laki-laki itu pun menggeser posisinya juga agak menjauh dari Hana.

"Saya tunggui sampai becaknya ke sini, Mbak. Sudah sore soalnya," kata lelaki itu ramah.

Hana hanya mengangguk. Laki-laki itu benar suasana sudah cukup sore, tidak aman baginya untuk berada di tempat itu sendirian. Senja semakin turun, membungkus cakrawala. Hana bersama lelaki yang bahkan dia tidak mengenalnya, apalagi mengetahui namanya. Namun, dia sudah menjadi penolong dan penjaga bagi dirinya. 

***

Setelah turun dari becak yang di tumpanginya Hana bergegas memasuki rumah.  Langit pun mulai tampak gelap.

"Assalamualaikum," ucap Hana pelan

"Waalaikumsalam," suara Ibu menyahut dari dalam

"Hana, kamu sudah sampai," sambut ibu dengan senyum lembut.

Hana mengambil tangan Ibu untuk di cium.

Dia mengalihkan pandangan ke ruang tengah, terlihat olehnya Bapak duduk di kursi goyang sambil mengaji. Bergegas Hana menghampiri beliau dan mencium takzim tangan bapak.

"Sudah sampai, Han. Mandilah dulu, selepas magrib ada hal penting yang ingin Bapak sampaikan," tutur beliau pelan.

"Iya, Pak," Hana berjalan menuju kamarnya.

Setelah meletakkan tas ranselnya, dia segera mengambil baju ganti dan menuju ke kamar mandi. Mandi dan keramas membuatnya merasa lebih segar dan nyaman, setelah insiden becak tadi sore. Saat dia mengeringkan rambut, tangannya menyentuh kepalanya yang benjol akibat terbentur becak masih terasa sakit.

Seperti yang disampaikan Bapak tadi sore, selepas salat magrib berjamaah, Beliau meminta ibu dan Hana berkumpul di ruang tengah. Gadis itu penasaran, berita apa yang akan disampaikan Bapak.

"Begini Hana, seminggu yang lalu, teman Bapak sewaktu kuliah dulu datang ke sini. Beliau ingin mencarikan calon istri untuk anak laki-lakinya yang sampai sekarang belum menikah. Usianya 30 tahun, dia juga anak bungsu sepertimu, dia bekerja sebagai arsitek di sebuah perusahaan konstruksi di Yogya. Singkat cerita, Bapak pun mengajukan kamu sebagai calon istrinya, bagaimana Hana?" tanya Bapak serius.

Hana kaget, dia tidak menyangka kalau pembicaraan penting malam ini tentang pernikahannya.

"Apa tidak terlalu buru-buru, Pak. Hana belum selesai kuliah, masih skripsi," ucapnya sedikit terbata, karena masih kaget dengan cerita Bapak.

Bagaimanapun dia tidak ingin membuat Bapak kecewa dengan jawabannya, karena dia tahu, beliau sudah mulai menurun kesehatannya akhir-akhir ini. Menurut ibu, penyakit jantung Bapak sering kambuh. Hana tidak ingin penolakannya berakhir bencana yang akan mengakibatkan kesehatan Bapak semakin menurun.

"Kamu pikir-pikir dulu ya, Han. Kuliahmu sebentar lagi selesai. Teman Bapak dan putranya itu akan silaturahmi  ke sini besok pagi, kamu lihat saja dulu dan bicang-bincang dengannya, siapa tahu setelah bertemu, kalian akan cocok. Kamu mau kan memenuhi permintaan Bapak ini?" tanya beliau dengan raut memohon.

Hana tidak tega melihat Bapak memohon seperti itu. Dia adalah anak bungsu, tentu dia ingin kedua orang tuanya menyaksikannya menikah. Menjadikan Bapak sebagai wali yang akan melepasnya dengan doa terindah. Namun, apakah secepat ini? Jujur dia masih belum siap.

"Hana, bagaimana?" suara Bapak menyadarkannya dari lamunan.

"Baik, Pak, Hana akan turuti keinginan Bapak, tetapi izinkan saya untuk memantapkannya dulu," pinta Hana lembut.

Bapak mengangguk dengan senyum yang tulus. Ibu menatap Hana dengan mata berkaca, sementara Hana mencoba menyuguhkan senyum tulus kepada mereka berdua, belahan hati yang telah berjasa dalam kehidupannya hingga detik ini.

***

Rombongan keluarga teman Bapak sudah datang. Mereka ada tiga orang, Pak Barata, istrinya Ibu Rusti dan anak laki-lakinya yang akan dikenalkan kepada Hana. Ibu memberitahukan gadis itu untuk membuatkan minum buat mereka  berenam. 

Jantung Hana berdentum keras sejak kedatangan mereka, dia benar-benar gugup. Seperti apakah laki-laki yang akan di kenalkan kepadanya itu? Memikirkannya saja sudah cukup membuat Hana gugup dan panas dingin.

Dengan langkah pelan dia berjalan ke ruang tamu untuk menyajikan minuman. Saat kakinya sudah menginjak lantai ruang tamu, tiba-tiba kakinya gemetar. 

"Ya Allah, bagaimana ini," batin Hana.

Dia benar-benar merasa kacau. Sekuat tenaga berusaha untuk melangkah menuju meja untuk meletakkan minum. Wajahnya terus menunduk, sementara tangan dan kakinya bergetar. Dengan perlahan, dia menaruh minuman di meja. Entah seperti apa warna mukanya sekarang, yang jelas dia hanya mendengar suara seorang perempuan membicarakan dirinya.

"Wah cantik sekali nak Hana, dan sepertinya juga pemalu ya," ucap suara itu. Hana mengira itu adalah suara Ibu Rusti, istri Pak Barata. 

Setelah meletakkan gelas, Hana mau tidak mau mendongakan wajahnya yang sudah memerah sejak tadi, untuk menyilakan tamunya.

"Mari silakan di minum," ucapnya gugup dan segera menundukkan pandangannya kembali.

Saat dia berdiri, ibu yang berada di dekatnya, menarik lengannya pelan, dan memintanya untuk duduk di sebelah wanita yang melahirkannya itu.

"Duduk sini, Han, kenalan dulu sama teman Bapak," ujar ibu lembut.

Hana meletakkan nampan di atas pangkuannya dan duduk di samping ibu. Wajahnya terus saja menunduk, dia benar-benar tidak sanggup melihat lelaki yang akan di kenalkan kepadanya itu. Entahlah, seperti ada rasa malu dan deg-degan, karena bagaimanpun juga baru kali ini dia berhubungan langsung dengan makhluk adam itu.

"Hana," ucap Ibu pelan sambil menyentuh tangannya.

Akhirnya dia mengangkat kepalanya melihat ke arah tamu tersebut. Dia menangkupkan kedua tangannya sembari tersenyum ke arah dua orang paruh baya teman bapaknya itu. 

"Nama saya Hana, lengkapnya Gerhana Mentari," tuturnya lembut sambil menatap pasangan suami istri itu.

Sekarang dia mengalihkan pandangannya kepada sosok laki-laki yang duduk di sebelah Bu Rusti, dan tiba-tiba tenggorokannya tercekat, dia menelan salivanya dengan susah payah. Matanya membelalak menatap nanar sosok laki-laki yang saat itu sedang membalas tatapannya dengan senyum yang manis.

"Anda!" pekik Hana pelan sambil menutup mulutnya. 

Lelaki itu tersenyum sambil menganggukkan kepala ke arah Hana.

"Salam kenal mbak Hana, saya Dewa," ucap lelaki itu sambil menangkupkan tangannnya di depan dada.

Kedua orang tua Dewa dan Bapak Ibu Hana heran menatap kedua anak manusia yang saling menyapa itu. 

"Kalian sudah saling mengenal?" tanya Bapak.

Hana tersentak mendengar pertanyaan Bapaknya.

"Eh ... itu, Pak, lidah Hana terasa kelu, dia merasa gugup, karena ternyata lelaki yang akan dikenalkan dengan dirinya adalah lelaki yang ada di dalam kereta  bersamanya kemarin.

"Iya, Pak, kami sudah saling mengenal, lebih tepatnya sudah pernah bertemu," ucap Dewa tiba-tiba memotong kalimat Hana yang belum selesai.

Gadis itu mendadak kehilangan suaranya, tercekat di kerongkongan saat mengetahui siapa lelaki itu. Ya, dia benar-benar tidak menyangka akan bertemu kembali dengannya di rumah ini dan dalam kondisi seperti ini.

Dewa tersenyum simpul sambil memandang ke arah Hana, dan sontak membuat Hana salah tingkah dan segera menundukkan pandangannya kembali.

"Kami bertemu di dalam kereta PRAMEKS kemarin saat pulang ke Yogya, dek Hana ini duduk di sebelah saya, dan kemarin juga dia mengalami sedikit insiden akibat ulah keponakan saya yang menyetir terlalu kencang, sehingga becak yang ditumpanginya terserempet mobil kami." terang Dewa panjang lebar.

"Oalah, ternyata kalian berjodoh ya," ucap Ibu riang.

Sontak Hana menoleh ke arah ibunya dengan wajah memerah.

"Ibu, apaan sih," ujar Hana sambil menyenggol pelan lengan ibunya.

"Wah benar itu, ternyata Allah sudah mempertemukan kalian dalam suasana yang lebih romantis," kata bu Rusti sambil tersenyum menggoda ke arah Dewa dan Hana bergantian.

"Berarti tidak ada lagi yang perlu di kenalkan, karena mereka sudah kenal," timpal pak Barata.

"Dewa ini anak bungsu kami nak Hana, dia seorang arsitek, bekerja di perusahaan konstruksi di Yogya. Entah karena sibuk atau memang gak ada perempuan yang mau sama dia atau bagaimana, Bapak juga tidak tahu  sampai usianya 30 tahun belum juga menikah. Makanya beberapa waktu yang lalu Bapak sengaja main ke sini untuk bertemu Bapakmu dan memintanya untuk mengenalkan kamu dengan Dewa, karena om tahu Suryo masih punya satu anak perempuan yang belum menikah. Hana mau kan menjadi istri Dewa," tanya om Barata tanpa basa basi. 

Sontak pernyataan itu membuat Hana terbelalak kaget. Sekilas dia melihat Dewa memperhatikannya dengan serius, Hana jadi salah tingkah dibuatnya. 

"Tapi Hana masih kuliah, Om belum selesai," ucap Hana pelan sambil berusaha menentramkan debar jantungnya yang terus berdetak dengan kencang di dalam sana sejak tadi.

Ini benar-benar di luar perkiraannya, perkenalan yang sejatinya dia bayangkan bukanlah dengan laki-laki yang ternyata sudah dia temui kemarin, dan kalau dia boleh jujur, pertemuan itu cukup memberikan kesan yang baik bagi dirinya.

Ya, tidak banyak lelaki di zaman sekarang yang masih menjaga adab kepada perempuan asing yang baru di kenal. Tetapi Dewa bersikap sangat baik dan sopan, dia bahkan tahu menjaga jarak dengan perempuan yang bukan muhrimnya.

"Itu tidak masalah, saya akan tetap mendukung Dek Hana untuk menyelesaikan kuliah, bukankah sudah tinggal skripsi ya?" tanya Dewa yang sukses membuat Hana kaget.

Ternyata lelaki ini sudah tahu tentang dirinya dan menyiapkan diri dengan semua alasan yang akan dia kemukakan. Benarkah Dewa sudah yakin akan memperistri dirinya? Hana benar-benar terkejut sekaligus salut. Ternyata lelaki yang ada di hadapannya adalah sosok yang mempunyai prinsip dan berani mengambil keputusan untuk memperjuangkan masa depannya.

"Bagaimana Nak Hana, apakah kamu mau menerima niat baik Dewa?" tanya Pak Barata tiba-tiba.

Hana melihat ke arah kedua orang tuanya. Bapak dan Ibu secara kompak mengangguk ke arahnya. Gadis itu sedikit membelalakan mata, karena tidak percaya ternyata kedua orang tuanya juga mendukung kedua orang tua Dewa. 

Dia menghela napas perlahan, berusaha mengumpulkan sebanyak-banyaknya oksigen ke dalam paru-parunya, karena sejak tadi suasana di ruang tamu ini cukup membuat dadanya sesak karena banyak sekali kejutan yang dia dapatkan hari ini. 

Hana terdiam cukup lama sambil menunduk, membuat semua yang hadir di sana ikut merasakan ketegangan yang tercipta. Dia menimbang dalam hati apakah harus menerima atau menolak permintaan Pak Barata dan Dewa.

Dari kesan pertama yang dia dapatkan saat pertama kali bertemu, Dewa adalah sosok yang baik, ditambah lagi keseriusanya mengajak dirinya melangkah ke jenjang pernikahan. Apalagi ternyata lelaki itu secara diam-diam sudah berusaha mencari info tentang dirinya dari Bapak.

"Hana, bagaimana?" Suara Bapak memecah keheningan yang tercipta dan menyadarkan dirinya dari lamunan panjang tentang permintaan Dewa. 

Sepertinya Hana memang tidak mempunyai alasan untuk menolak permintaan Dewa. Dia lelaki yang baik, akhlak dan agamanya juga baik, selain itu dia juga berasal dari keluarga yang baik-baik, dan paling tidak Hana dan keluarganya sudah saling mengenal cukup dekat. Bapak juga bilang kalau om Barata adalah sosok teman dan lelaki yang taat beragama serta berakhlak mulia. 

Hana menegakkan posisi duduknya, mencoba membuang ragu dan menetralkan debar jantungnya yang sejak tadi berirama dengan lebih cepat. Dia memandang kedua orang tuanya, lalu bergantian kepada kedua orang tua Dewa, dan terakhir ke arah lelaki yang beberapa menit lalu telah memintanya menjadi istri itu.

Sementara itu, semua yang hadir di sana menunggu jawaban Hana dengan wajah penuh ketegangan

"Bismillah, insya Allah Hana bersedia menerima pinangan Mas Dewa," ucap Hana pelan sambil menahan rasa malu yang sukses membuat wajahnya bersemu merah.

"Alhamdulillah." Suara itu terdengar membahan memenuhi ruang tamu Hana. Wajah-wajah yang sejak tadi tegang mulai mengendur menyajikan senyum kelegaan atas jawaban gadis itu. Tiba-tiba Hana melihat lelaki yang baru saja memintanya menjadi istri itu melakukan sujud syukur.

Hana telah mengambil keputusan yang besar dalam hidupnya, menerima seorang lelaki yang akan masuk dalam kehidupannya dengan halal dan di ridhai oleh Allah. Ya, lelaki di dalam kereta yang ternyata menjadi calon imamnya kelak. Dia berjanji akan terus menjaga hati dan pikirannya sampai waktu dihalalkanya itu tiba.

Salam hangat

Ulfah Wahyu

*Sampean = Kamu.

You Might Also Like

41 komentar

  1. MasyaAllah ... Aduh, membaca ini kenapa jantungku ikutan berdegup-degup kayak Hana, ya? Bedanya aku nggak menunduk, malah membayangkan kayak gimana wajahnya Dewa, hahaha ...

    Kalau ini sebuah kisah nyata, semoga langkah mereka menuju pelaminan dilancarkan, menjadi pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah. Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Auto penasaran ya mbak Mel sama wajahnya hahaha.

      Hapus
  2. Waah...kayak mimpi yah. Ketemu jodoh secara engga sengaja. Malah memang mau dijodohkan. Setuju mb Melina. Aku mengaminkan aja, semoga lancar sampai ke pelaminan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah jodoh ya Bund, rahasia Allah.

      Hapus
    2. Nah, iya...Mungkin satu dari 1000 kali ya, yg ketemu jodoh sekereta kayak di cerita ini. Engga bosen kalau baca cerita ketemu jodoh, soalnya macem-macem jalannya...

      Hapus
  3. MasyaAllah, terbawa suasana nich membacanya. Semoga niat baik hana dan dewa lancar dan mendapat keberkahan. Aamiin Ya Allah

    BalasHapus
  4. MasyaAllah keren mbak. Pingin deh bisa nulis cerita kayak gini juga. Dari judulnya sudah bikin penasaran. Bakal dilanjutkah ini mbak? Hehe

    BalasHapus
  5. Senyum-senyum sendiri saya baca cerpen ini. Alangkah romantisnya ceeita. Jadi bikin berkhayal hahaha

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah. Akhirnya happy ending ya..
    Semoga Hana dan Dewa segera melangsungkan pernikahan, sakinah mawadah dan warahmah. Aamiin...

    Ngalir banget ceritanya. Meski dari awal udah bisa ditebak dan ternyata tebakan saya juga bener hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi bisa di tebak ya mbak, semangat lagi nih buat bikin cerita.

      Hapus
  7. Ah... so sweet... kadang Allah mengatur perjodohan sedemikian indah, ya? Hihi...Saya jadi ikut terbawa cerita hana nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, jodoh gak ada yang tahu gimana jalannya bertemu.

      Hapus
  8. Waahh ini bisa dikembangin jadi novel nih mbaaa
    Bisa upload di platform novel/fiksi gituu
    Kece!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi belum pd mbak,masih harus banyak belajar nulis fiksi.

      Hapus
  9. Uwooo Hana dan Dewa. Cerita yang manis. Aku suka. Keren Mbak.

    BalasHapus
  10. uwih mantap jiwa
    namanya Hana.
    nama lengkapnya Gerhana Matahari
    out of the box mbak
    ceritanya keren

    BalasHapus
  11. Alhamdulillah. Happy ending. Semoga Hana dan Dewa menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah.

    BalasHapus
  12. waahh suka baca ceritanya.
    alurnya asik mbak, sbg pembaca saya sangat menikmati

    BalasHapus
  13. Awww...awww, ceritanya bikin senyum-senyum dan deg-degan. Padahal cuma pembaca. Haha... lanjutttt

    BalasHapus
  14. Uwoo..ceritanya enak sekali dibaca ya..aku sampai ikut senyum-senyum sendiri, membayangkan Hana. ..

    BalasHapus
  15. wah akhirnya hapyyending ya hanna dan Dewa, Kisah sederhana yang dibingkis dengan penuturan natural, enak dibaca. Ditunggu kisah selanjutnya.

    BalasHapus
  16. So sweet...
    Memang kita kerap dipertemukan dengan takdir-takdir Allah dengan cara yang ajaib yaa..
    Semoga Hana berbehagia bersama Dewa.

    BalasHapus
  17. Ceritanya so sweet mbak.. Jadi senyum-senyum sendiri bacanya, hihihi.. Ditunggu cerita-cerita selanjutnya mbak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah mbak, doakan ya biar lancar menulisnya.

      Hapus
  18. Uwow ternyata Mbak Ulfah menulis cerpen. Mengalir ceritanya. Coba dikirimkan ke media-media, Mbak. Siapa tahu dapat income tambahan. ^__^

    BalasHapus
  19. Mbak Ulfah keren ceritanya...jodohnya ternyata lelaki di kereta. MasyaAllah ditunggu karya selanjutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jodoh tak ada yang tahu ya mbak, twrnyata dekat dengan kita.

      Hapus
  20. dulu sebelum menikah aku selalu membayangkan ketemu jodoh dalam perjalanan. tapi kenyataannya ketemu jodoh teman 1 organisasi. cerita ketemu jodoh memang selalu menarik untuk dibaca. hihi

    BalasHapus